Plaza Semanggi dibangun pada tahun 1964, pada waktu itu para pejuang kemerdekaan tanah air ingin membuat gedung atau monumen veteran dengan harapan dapat diwariskan ke generasi muda selanjutnya. Monumen atau gedung tersebutlah yang diberi nama Graha Purna Yudha yang artinya rumah mantan prajurit.
“Gedung Plaza Semanggi dibangun dari dana para veteran RI. Dananya bahu-membahu dari para veteran RI sendiri,” cerita dari Marsekal Muda TNI Danendra selaku Ketua Yayasan Gedung Veteran RI (YGVRI) pada konferensi pers yang dilakukan di lantai 11 gedung Plaza Semanggi, Senin (9/12).
Semua komplek bersejarah tersebut selesai dibangun pada 11 Maret 1973. Lalu, di tahun 1976, pengelolaannya secara sah ditangani oleh YGVRI. Selanjutnya Danendra mengungkapkan jika pada 29 Maret tahun 2000, lewat Surat Kuasa dan juga Surat Izin dari Sekretariat Negara RI akan diadakan revitalisasi gedung ini.
Mengenal Plaza Semanggi
Tepatnya pada tanggal 23 Februari 2004, renovasi tersebut tersebut selesai dikerjakan. Sejak saat itulah dipakai menjadi maskar besar LVR. Menurut kronologinya, Danendra lagi-lagi menegaskan jika gedung Plaza Semanggi bukanlah milik Lippo Group.
“Saya tegaskan lagi Lippo Group bukan pemilik dari Plaza Semanggi seperti yang sering diberitakan selama ini,” jelasnya.
Selanjutnya, pada tahun 2018 di lantai Upper Ground (UG) Plaza Semanggi, Jakarta Selatan, dilaksanakan pameran yang memperlihatkan 50 lebih foto dari masa kejayaan mall tersebut sebelum ada pandemi.
Masing-masing bingkai menunjukkan berbagai acara besar Plaza Semanggi dari tahun 2015 sampai 2018 yang bisa dikatakan sangat meriah dan juga penuh keramaian, tampak hampir seluruh pengunjung yang berswafoto sambil tersenyum dengan lebar.
Tetapi, pemandangan tersebut hanya tinggal kenangan saja. Saat ini, lorong-lorong yang dulunya penuh oleh pengunjung, sekarang hanya banyak berisi manekin saja. Tembok mal yang ketika baru dibuka warnanya putih bersih saat ini telah berubah menjadi kekuning-kuningan.
Mulai dari pintu masuk hingga ujung lorong, ada beberapa toko yang tutup dan diberikan tulisan “Disewakan”, beserta dengan nomor telepon yang bisa dihubungi bila ada orang yang berminat untuk menyewa.
Lagu berjudul “Don’t Stop Believing” yang dinyanyikan oleh Journey dimainkan, seperti memberi harapan untuk pengelola mall dan juga para penghuninya agar terus bertahan. Hanya terdapat satu atau dua orang saja yang berlalu-lalang, mereka juga hanya melirik ke dalam toko tanpa ada niatan berbelanja.
“Kadang-kadang hanya mampir ke depan saja lalu pulang, datang sebentar dan pergi. Para pengunjung juga sering bertanya mengapa sepi, sebab akan ada renovasi,” ucap Indah sebagai pemilik toko yang menjual pernak-pernik dan aksesoris Bali, dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (24/6).
Selama masa pandemi juga ia mengakui jika penjualannya sangat sedikit, tidak mencapai Rp 1 juta. Dan bahkan tidak mendapatkan untung sama sekali selama sehari.
“Pernah (mendapatkan untung) Rp 300 ribu – Rp 500 ribu. Tergantung, ini saja sejak kemarin kosong (keuntungannya). Hari ini pun belum ada pembeli yang membeli,” jelasnya.
Walaupun lebaran kemarin sempat memberikan harapan, yaitu banyak pengunjung, namun sekarang yang berkunjung mulai sedikit lagi. Meskipun keadaan mall yang ia tempat berdagang sangat sepi, Indah mengungkapkan jika ia belum memiliki rencana untuk pindah sebab tokonya ia yang mengelolanya sendiri.
“Saya disini aja dulu sebab tenaganya terbatas juga, ini pun saja jaga toko hanya sendirian saja, dan mengelolanya sendiri,” kata indah.
Erwin yang merupakan seorang pengunjung sudah lama sering datang ke mall ini, sudah dari tujuh tahun yang lalu. Ia juga mengaku jika dulu senang berlama-lama di Plaza Semanggi sebab ada Gramedia. Tetapi, karena sekarang sudah tutup, maka ia hanya mampir saja saat pulang kerja.
“Sebab rumahnya memang dekat dari sini, jadi bila pulang tengah malam biasa jalan pulang lewat sini,” ungkapnya.
Sejak masa pandemi Covid-19 ini, ia menjadi jarang pergi ke Plaza Semanggi. Sebab banyak toko yang dahulu sering ia kunjungi saat ini harus tutup akibat mall yang sepi pengunjung. Menurut pengamatannya, toko-toko juga sudah mulai tutup jauh sejak belum adanya pandemi.
“Iya sepi sebab memang seperti itu, banyak toko yang tutup. Saya masih sering ke sini, namun sebab banyak toko yang tutup jadi tidak sesering dulu,” jelas Erwin.
Mall yang nasibnya sama dengan Plaza Semanggi yaitu Poins Square. Mall ini dulunya terkenal menjadi salah satu pusat perbelanjaan terfavorit yang ada di daerah Jakarta Selatan sebab letaknya di perbatasan antara Tangerang Selatan dan ibu kota. Bila dibandingkan, Poins Square lebih banyak pengunjung daripada Plaza Semanggi.
Nah, itu dia ulasan tentan Plaza Semanggi yang legendaris tetapi seperti mati suri sekarang ini. Semoga dengan adanya renovasi bisa membuat mall tersebut kembali berjaya lagi seperti sedia kala, ya!